Manfaat lebih dari Pala
Tanaman multiguna dan komoditas ekspor
Indonesia nonmigas utama ini kaya akan vitamin C, kalsium, dan fosfor.
Pala juga biasa digunakan sebagai obat diare, kembung, mual, serta untuk
meningkatkan daya cerna dan selera makan.
Salah satu oleh-oleh khas yang wajib diburu kalau berlibur ke Bogor
dan Cianjur adalah manisan buah. Buah yang banyak diolah menjadi manisan
adalah pala, mangga, kedondong, pepaya, kemang, kebembem, dan jambu
biji.
Di Bogor, yang merupakan salah satu sentra produksi pala, manisan
pala paling populer. Konon, manisan pala telah dikenal di Bogor sejak
zaman Belanda, yaitu ketika petinggi-petinggi VOC banyak berdiam di kota
hujan tersebut.
Ada dua jenis manisan pala, yaitu manisan pala basah dan manisan pala
kering. Selain sebagai manisan, daging buah pala juga dapat diolah
menjadi jeli, sirop, dodol, chutney, selai, sari buah, wine, dan cider
pala.
Bagian buah pala yang paling tinggi nilai ekonominya adalah biji dan
fuli. Biji umumnya digunakan pada makanan manis dan kaya rempah, seperti
produk roti, dan juga sebagai bumbu dalam masakan daging serta produk
minuman dan dessert. Sementara itu, fuli digunakan sebagai bahan flavor
pada produk roti, seperti cake, cookies, pie, dan topping, juga sebagai
bumbu pada masakan laut, pikel, dan minuman.
Populer Sejak Baheula
Tanaman pala termasuk dalam kelas Angiosperma, subkelas Dicotyledonae,
ordo Ranales, family Myristiceae dan Myristica, terdiri dari 15 genus
dan 250 species. Dari 15 genus tersebut, 5 di antaranya terdapat di
daerah tropis Amerika, 6 di daerah tropis Afrika, dan 4 genus di daerah
tropis Asia, termasuk Indonesia.
Tanaman pala (Myristica fragrans) merupakan salah satu tanaman
rempah-rempah asli Indonesia yang daerah produksinya tersebar dari
Kepulauan Maluku, Sulawesi Utara, Sumatera Barat, Aceh, dan Papua. Pada
awal masa perdagangan (VOC), pala merupakan rempah-rempah yang dicari
layaknya emas.
Hingga kini, peran pala sebagai mata dagang tradisional Indonesia di
dunia masih sangat besar. Indonesia merupakan produsen utama pala dengan
memasok sekitar 74 persen dari kebutuhan pala dunia (Puslitbangtri,
1990).
Pada zaman penjajahan Belanda, tanaman pala disebarkan ke berbagai
pelosok daerah di Indonesia. Oleh karena itu, pala memiliki beberapa
nama khas daerah, seperti falo (Nias), palo (Minangkabau), pahalo
(Lampung), pala (Sunda), paala bibinek (Madura), kalapelane (Seram),
parang (Minahasa), dan gosoka (Halmahera, Tidore, dan Ternate).
Tanaman pala merupakan tanaman multiguna karena setiap bagiannya
dapat dimanfaatkan dalam berbagai industri. Biji, fuli, dan minyak
atsiri dari pala merupakan yang paling banyak dieskpor, serta digunakan
dalam industri makanan dan minuman. Minyak yang berasal dari biji, fuli,
dan daun digunakan dalam industri obat-obatan, parfum, dan kosmetik.
Dalam industri obat-obatan, buah pala memiliki beragam khasiat yang
bermanfaat bagi kesehatan manusia. Dalam dosis rendah, pala dapat
digunakan untuk mengurangi flatulensi (kembung perut), meningkatkan daya
cerna dan selera makan, serta untuk mengobati diare, muntah, dan mual
(Chevallier, 2001).
Komponen myristicin yang terkandung dalam daging buah memiliki
kemampuan sebagai agen insektisidal dan dianggap berkontribusi terhadap
sifat halusinogen yang dapat menyebabkan halusinasi (Dorsey, 2001).
Di beberapa daerah, daging buah pala dibuang sebagai limbah setelah
diambil biji dan fulinya. Hal tersebut patut disayangkan karena daging
buah pala merupakan komponen terbesar dari buah pala segar (83,3
persen), dibanding fuli (3,22 persen), tempurung biji (3,94 persen), dan
daging biji (9,54 persen).
Pemanfaatan buah pala secara optimal akan dapat meningkatkan
pendapatan petani. Sebab, dengan pengembangan produk olahan strategis
yang memanfaatkan limbah daging buah pala, bisa memberikan keuntungan
ganda.
Kaya Komponen Volatil
Tanaman pala dapat tumbuh baik pada tanah dengan struktur gembur dan penuh humus, derajat keasaman tanah 5,5-6,5, pada dataran rendah hingga ± 700 m dari permukaan laut, dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm/tahun. Tanaman pala merupakan tanaman berumah dua (deoceous) yang berarti bunga jantan dan betina tidak terletak pada satu pohon. Ada juga pohon yang berkelamin dua atau hemaphrodit, tetapi jarang sekali terjadi.
Tanaman pala dapat tumbuh baik pada tanah dengan struktur gembur dan penuh humus, derajat keasaman tanah 5,5-6,5, pada dataran rendah hingga ± 700 m dari permukaan laut, dengan curah hujan antara 2.000-3.000 mm/tahun. Tanaman pala merupakan tanaman berumah dua (deoceous) yang berarti bunga jantan dan betina tidak terletak pada satu pohon. Ada juga pohon yang berkelamin dua atau hemaphrodit, tetapi jarang sekali terjadi.
Tanaman pala mulai berbunga setelah berumur 6-10 tahun, tergantung
dari keadaan tanah dan iklim. Bunganya berwarna pucat, kecil, lunak, dan
berbau harum serta berbentuk malai. Malai bunga jantan terdiri dari
1-10 bunga dan malai bunga betina 1-3 bunga. Jangka waktu pertumbuhan
buah dari mulai persarian hingga masak petik tidak lebih dari sembilan
bulan (Rismunandar, 1990).
Tanaman pala dapat tumbuh dengan tinggi 10-20 meter, mahkota pohon
yang bervariasi antara bentuk piramidal (kerucut), lonjong (silindris),
dan bulat. Mulai berbuah setelah berumur 8-9 tahun, hasil maksimum pada
umur 25 tahun dan dapat bertahan sampai umur 60 tahun.
Pohon pala yang telah berumur 10-12 tahun menghasilkan buah sekitar
800-2.000 buah per tahun dari 2-3 kali panen (Hadad, 2001). Buah pala
berbentuk seperti buah pir, ujungnya meruncing, kulitnya licin,
berdaging, dan cukup banyak mengandung air
Buah pala mempunyai daging buah keras, berwarna keputih-putihan,
mengandung getah putih, dan rasanya kelat. Diameter buah pala bervarisi
dari 3-9 cm. Bila buah telah masak di pohon, daging buah terbuka
sehingga biji pala yang berwarna cokelat menjadi mudah terlihat.
Biji pala kaya akan lemak sehingga dapat diekstrak untuk menghasilkan
minyak pala. Daging buah pala kaya kalsium, fosfor, vitamin C dan A,
serta sedikit zat besi. Daging buah pala mengandung 29 komponen
volatil (senyawa yang mudah menguap) dengan 23 komponen telah
teridentifikasi dan 6 komponen lain belum teridentifikasi. Komponen yang
paling banyak terkandung dalam minyak atsiri daging buah pala adalah
á-pinen (8,7 persen), â-pinen (6,92 persen), ?-3-karen (3,54 persen),
D-limonen (8 persen), á-terpinen (3,69 persen), 1,3,8-mentatrien (5,43
persen), ã-terpinen (4,9 persen), á-terpineol (11,23 persen), safrol
(2,95 persen), dan myristicin (23,37 persen) (Hustiany, 1994).
Prof. DR. Made Astawan
Sumber : www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar